Legenda Yunani.....!!!!
Dewa Orpheus "Musik dan Keabadian Cinta"
Bulan Februari identik dengan kebahagiaan, kemesraan dan kasih
sayang bagi para pencinta. Apalagi menjelang perayaan hari Valentine
atau hari kasih sayang yang begitu ramai dan popular di Negara-negara
barat, khususnya Eropa.
Rasanya, ini waktu yang tepat untuk mengulas sebuah kisah cinta
abadi dari jaman Yunani kuno. Sebuah percintaan yang mengagumkan,
mengharu biru dan penuh perjuangan dan pengorbanan. Dan para dewa pun
terkesima di buatnya. Kisah si ahli music “ORPHEUS”
 |
Patung Orpheus, by Lybomir LAzarov |
Dalam
dongeng-dongeng bangsa Romawi dan Yunani jaman dahulu, disebutkan adanya
seorang ahli music bernama Orpheus. Saat Orphus memetik senar dawainya,
seluruh alam terpesona.
Orpheus adalah putra Apollo, dewa terang, dengan Calliope, dewi
musik dan puisi epik. Selain tampan dan berbudi luhur, Orpheus merupakan
pemusik yang handal. Apabila jari-jarinya telah diayunkan pada
dawai-dawai liranya dan suaranya yang merdu bersenandung, tak satupun
yang tidak terpesona dibuatnya. Bahkan hewan-hewan buas akan berbaring
berdampingan dengan mangsanya dan pepohonan seolah tercabut dari akarnya
untuk mendengarkan permainan lira dan suara Orpheus yang memikat.
Suatu hari, ketika sedang berjalan-jalan dalam
hutan, Orpheus berjumpa dengan Eurydice, seorang peri hutan yang jelita.
Mereka saling terpesona dan jatuh cinta. Hati Orpheus tertawan oleh
sinar mata Eurydice yang lembut dan gerai rambut hitamnya yang lincah
berayun, sedangkan Eurydice terpesona oleh sosok Orpheus yang gagah.
Mereka kemudian mengikrarkan diri untuk menjadi pasangan yang abadi.
 |
Orpheus & Eurydice |
Sungguh pasangan yang
serasi. Sebab selain kejelitaan Eurydice sebanding dengan ketampanan
Orpheus, hanya Eurydicelah yang mampu menari dengan indahnya diiringi
permainan musik Orpheus. Berdua mereka hidup dalam kebahagiaan yang
berakar pada cinta sejati yang telah dianugerahkan dan mereka pelihara
bersama.
Sayang sekali kebahagiaan
mereka tidaklah sekekal cinta mereka. Para Parcae, dewi-dewi takdir,
yang keras hati telah memutuskan riwayat Eurydice harus berakhir.
Orpheus benar-benar patah hati dan sangat kehilangan kekasihnya, maka ia
pun meratap dengan memetik dawai hingga lagu sedihnya memenuhi hutan.
Dunia seakan kiamat bagi
Orpheus. Hari-hari dan mimpi malamnya dihantui oleh bayangan Eurydice
yang seolah mengajaknya melanjutkan nyanyian dan tarian yang tak sempat
terselesaikan di lembah tersebut. Akhirnya timbul tekad yang sungguh
berani dalam diri Orpheus. Dia memutuskan pergi ke Hades, kerajaan
orang-orang mati, untuk menjemput kembali jiwa Eurydice.
Orpheus memang bukan pahlawan seperti Hercules
yang sanggup menyelesaikan dua belas tugas raksasa. Bukan pula Theseus
yang membunuh Minotaur, makhluk setengah manusia setengah banteng yang
memangsa rakyatnya. Dia juga bukan Jason yang memimpin para pahlawan
mengambil bulu domba emas di Colchis.
Namun cintanya yang besar
pada Eurydice dan derita berat yang harus ditanggung karena kehilangan
dirinya telah memberi Orpheus keberanian dan kekuatan seluruh pahlawan.
Banyak orang berusaha membujuk agar dia mengurungkan niatnya.
Dia pergi meninggalkan kerajaannya untuk menuju
ke Hades. Baru saja kakinya melangkah masuk ke dalam kegelapan gua di
kaki Gunung Avernus yang berhubungan dengan Hades ketika seseorang
menepuk pundaknya. Ternyata orang tersebut adalah, duta dewata yang
bertugas mengantar jiwa-jiwa menuju ke Hades. Seperti yang lain, juga
membujuk Orpheus membatalkan niatnya.
"Kukagumi keberanianmu mencoba melakukan hal yang
bahkan membuat pahlawan seperkasa Hercules pun berpikir dua kali
sebelum bertindak, Orpheus. Namun tidakkah kau tahu bahwa kau mencoba
meraih yang tak teraih, mengharapkan sesuatu yang mustahil?
Tidak tahukah kau bahwa
Pluto penguasa Hades buta terhadap penderitaan manusia dan tuli terhadap
isak tangis mereka? Hanya kekecewaanlah yang akan menantikan di
penghujung perjalananmu Orpheus, karena itu urungkanlah niatmu! Mari
kuantar kau kembali ke atas sana." Tetapi keteguhan hati Orpheus tak
tergoyahkan. "Antarkan aku menghadap Pluto Penguasa Hades!" adalah
jawaban Orpheus kepada. Ada sesuatu dalam suaranya yang membuat berdiam
diri sejenak sebelum kemudian maju memimpin langkah-langkah Orpheus
menuju Hades.
Akhirnya setelah berjam-jam menembus kesenyapan
dan kegelapan di sekeliling mereka, tibalah mereka di tepian Sungai
Styx, sungai suci yang harus diseberangi para jiwa agar sampai di Hades.
Terdengar bunyi gemercik air yang jatuh di atas bebatuan. Dari jauh
tampak sosok kurus Charon, dewa yang bertugas menyeberangkan jiwa-jiwa,
menepikan perahunya. Mulanya dia menolak menyeberangkan Orpheus karena
Orpheus adalah makhluk hidup yang tidak boleh masuk ke dalam kegelapan
Hades.
"Tidak tahukah bahwa aku
hanya membawa jiwa-jiwa saja menyeberangi sungai ini dengan perahuku?
Kau makhluk fana yang berdaging dan berdarah pulanglah! Tunggulah
giliranmu mati untuk kuseberangkan ke sana!"
Orpheus hanya terdiam, kemudian disapukannya
jari-jarinya pada dawai-dawai liranya. Ting-a ling-a-ling! Suara yang
demikian jernih bergema di kesunyian Hades. Mata Charon terbelalak
takjub mendengarkan nada-nada mempesona yang belum pernah didengarnya
sebelumnya. "Suara apa ini?" tanyanya. Orpheus melangkahkan kakinya
dengan mantap menaiki perahu sambil terus memainkan liranya diikuti
olehnya.
Charon terus mendengarkan
nada-nada indah yang mempesonakan dirinya, sehingga kemudian tanpa
disadarinya direngkuhnya dayung. Dan perahu tersebut meluncur di atas
permukaan sungai suci yang tenang tersebut sampai ke seberang, di depan
gerbang Hades.
Hal yang sama terjadi pada Cerberus. Anjing
penjaga gerbang Hades, yang termashyur karena kegarangannya terhadap
makhluk yang mencoba memasuki atau jiwa-jiwa yang berusaha keluar dari
Hades, tersebut demikian terbuai oleh musik Orpheus sehingga
mengizinkannya lewat...
Di Hades, Orpheus menjumpai pemandangan yang
suram tak menyenangkan. Tampak olehnya jiwa-jiwa berbaris menunggu
keputusan dijatuhkan oleh Justitia, dewi keadilan, dan Hakim-hakim Hades
bagi mereka apakah mereka harus melanjutkan hidup di Tartarus (neraka)
atau di Padang Elysium (surga) sesuai dengan perbuatan mereka semasa
hidup. Duduk di atas tahta Hades yang bertatahkan batu-batu mulia Pluto,
penguasa Hades yang keras hati, dewa yang ditakuti setiap makhluk
hidup.
Di sampingnya duduk
Proserpine, ratu Hades sendiri. Di sekeliling mereka berdirilah tiga
Fury atau Eumenides: Tisiphone, Megaera, dan Alecto, yaitu dewi-dewi
pembalasan yang bertugas menghukum jiwa-jiwa yang semasa hidupnya
berbuat jahat. Wajah Pluto yang sudah menakutkan tersebut tampak lebih
seram ketika dilihatnya datang beserta Orpheus.
"siapakah makhluk kurang ajar ini yang merasa
dunia berada dalam genggaman tangannya sehingga tanpa menyayangkan
hidupnya sendiri berani datang kemari, ke kerajaan orang-orang matiku?"
geram Pluto kepada Mercury. Segera Orpheus menjelaskan siapa dirinya dan
maksud kedatangannya. "Penguasa Hades yang agung, aku Orpheus, putra
Apollo dari Calliope, datang kemari untuk menjemput jiwa istriku.",
"Peri hutan Eurydice. Kami hidup berbahagia di
atas sana sampai pada hari saat takdir kejam merenggutnya dari sisiku.
Kini aku memohon kemurahan hatimu agar bersedia mengembalikan jiwa
Eurydice pada kehidupan. Sebab kurasakan terlalu singkat kebahagiaan
yang telah kami nikmati, terlampau pendek hari-hari yang telah kami
jalani bersama."
"Lancang! Kesombongan macam apa yang kau
pertontonkan di hadapanku ini? Tak tahukah kau bahkan Jupiter Penguasa
Semesta, sendiri enggan untuk meminta padaku mengembalikan jiwa orang
yang telah mati kembali pada kehidupan? Dan kau! Atas nama siapa yang
telah membuatmu berani mengajukan permohonan yang mustahil ini?"
"Atas nama Cinta yang telah melahirkan
kehidupan, yang kuasanya mencakupi seluruh makhluk dan mengatasi kita
semua, bahkan para dewa-dewi. Atas namanyalah aku datang kemari dan
berdiri memohon di hadapanmu."
"Cinta!" ujar Plutodingin,
"untuk apa kaubawa-bawa Cinta dalam hal ini? Apa urusannya Cinta dengan
orang-orang mati? Terangkan padaku, Orpheus, apa arti Cinta!"
 |
Orpheus ketika menjumpai penguasa Hades |
"Penguasa Hades yang agung,
sungguh aku tak pernah berkehendak mengguruimu tentang makna Cinta,
tetapi dengarlah apa arti cintaku pada Eurydice! Panjang jarak yang
harus kutempuh kemari, bukannya sedikit bahaya yang menghadang di
perjalananku, Sungai Styx telah kuseberangi, dan Cerberus kuhadapi.
Segala derita kutanggung dan susah payah kuabaikan hanya dengan harapan
agar Eurydice boleh kembali ke sisiku. Dialah belahan jiwaku dan pangkal
kebahagiaan hidupku. Jika ini tak layak disebut Cinta, maka aku tak
tahu lagi apa yang dimaksud dengan Cinta."
Orpheus menyampaikan semua hal tersebut dalam
nyanyian diiringi petikan dawai-dawai liranya. Dalam sekejap semua
makhluk di Hades terdiam. Tak ada satupun yang bersuara. Semuanya seakan
terbius oleh permainan lira Orpheus dan suaranya yang mengalun merdu.
Pluto sendiri, yang telinganya terbiasa oleh ratapan jiwa-jiwa yang
menangisi orang-orang yang mereka tinggalkan, tersentuh hatinya oleh
nyanyian Orpheus.
Terlebih-lebih bagi
Proserpine yang juga merupakan dewi musim semi. Nyanyian tersebut
menembus jiwanya. Teringat olehnya hari-hari bahagianya di atas sana
sebelum diperistri Pluto. Teringat olehnya akan hangatnya sinar
matahari, akan kicau burung yang merdu, gemercik air sungai yang
sebening kristal dalam perjalanannya menuju ke hilir, dan akan
pasangan-pasangan kekasih yang berlarian di padang bunga yang
bermandikan cahaya matahari yang keemasan, sehingga tanpa disadari air
matanya telah berderai membasahi pipinya.
"Orpheus, oh, Orpheus!
Kasih!" tiba-tiba terdengar satu suara menyeruak keheningan di antara
yang hadir...
Nyanyian Orpheus terhenti. Dari barisan para jiwa
muncullah Eurydice yang segera berlari mendapatkan kekasihnya. Orpheus
berusaha merengkuh bayangan Eurydice dalam pelukannya. Namun karena
sebagai jiwa Eurydice tak dapat disentuh makhluk hidup, akhirnya mereka
hanya dapat saling memandang ke dalam mata mereka yang penuh kerinduan
akan satu sama lain.
Semua yang hadir terkejut
campur cemas menyaksikan hukum yang telah digariskan dewata dilanggar.
Yang mati bersatu dengan yang hidup. Tak ada yang dapat membayangkan
kemurkaan Pluto penguasa Hades dan hukuman yang akan dijatuhkannya.
Mercury buru-buru,
memisahkan Eurydice dari Orpheus. Pluto penguasa Hades terdiam
menyaksikan adegan tersebut. Namun hanya sekejap. Ketika dilihatnya air
mata mengalir di wajah Proserpine hatinya yang keras pun melunak. Dia
bangkit dari tahtanya dan dengan suara berat bersumpah akan mengabulkan
apapun permohonan Orpheus.
"Demi air Sungai Styx yang mengalir di kerajaan
ini, katakan kepadaku apa yang kau kehendaki, dan aku akan memberikannya
kepadamu!" Orpheus memohon agar jiwa Eurydice boleh kembali bersamanya
ke dunia untuk melanjutkan hari-hari bahagia mereka. "Penguasa Hades
yang agung, semoga kau mengizinkan Eurydice kembali bersamaku ke atas
sana melanjutkan hari-hari penuh cinta kami.
Tak kuasa aku membayangkan
dia harus berada di tempat ini tanpa diriku atau aku di atas sana tanpa
dirinya. Biarkan dia kembali agar aku boleh menghayati lagi kebahagiaan
yang ditimbulkan oleh cintanya dan dia oleh cintaku. Bila hal ini
tidaklah mungkin, semoga engkau berbelas kasih mengizinkan aku tinggal
di sini di sisinya." "Biarlah terjadi seperti kehendakmu Orpheus. Tetapi
sebagaimana aku menepati sumpahku, kau juga harus berjanji padaku untuk
memenuhi syarat yang kuberikan," kata Pluto.
"Katakan saja, Penguasa Hades yang agung! Bersama
Eurydice di sampingku, tak ada syarat yang terlalu berat untuk kujalani
." Kemudian Pluto bersabda, "Biarlah jiwa Eurydice berjalan mengikutimu
kembali ke dunia atas sana. Namun pantang bagimu menengok ke belakang,
ke arahnya, selama kau berada dalam kegelapan Hades. Jika syarat ini kau
langgar, maka Eurydice akan kembali berada di sini, di antara jiwa-jiwa
yang lain, saat itu juga.
Orpheus menyanggupi syarat yang tampaknya ringan
tersebut. Kemudian pasangan kekasih tersebut meninggalkan Hades. Gerbang
Hades yang dijaga Cerberus telah mereka lewati, demikian pula Sungai
Styx telah mereka seberangi. Sejauh itu Orpheus sanggup menahan diri
untuk tidak menengok ke belakang.
Namun semakin jauh mereka meninggalkan kegelapan
di belakang, semakin gelisahlah hati Orpheus diusik keragu-raguan.
Apakah jiwa Eurydice mengikutinya? Apakah raungan Cerberus tidak membuat
gentar jiwa Eurydice melangkah keluar dari gerbang Hades? Apakah Charon
tidak menolak menyeberangkan jiwa Eurydice? Oh dewa! Kalau saja dia
boleh yakin bahwa Eurydice ada bersamanya. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut mengusik batin Orpheus. Semakin jauh langkahnya menuju terang,
semakin gelaplah pikirannya.
 |
Orpheus & Eurydice di ujung goa Hades |
Akhirnya, tak tahan oleh
keragu-raguan yang mengusik hatinya, Orpheus melanggar syarat yang
diberikan oleh penguasa Hades. Dia menoleh ke belakang untuk melihat
jiwa Eurydice.
"...pantang bagimu menengok ke belakang, ke
arahnya, selama kau berada dalam kegelapan Hades...."
Maka... "Orpheus, ah, Orpheus!
Ketidaksabaranmukah? Keragu-raguanmukah? Atau takdir kejamkah yang
mengkhianati cinta kita dan membuatmu melanggar syarat yang telah
diberikan padamu atas kesempatan bagi kita untuk bersatu kembali?
Kuulurkan tanganku padamu namun kutahu aku tak mungkin lagi menjadi
milikmu di dunia atas sana?" desah jiwa Eurydice memilukan.
Dan Orpheus melihat bayangan
Eurydice memudar dalam kegelapan Hades. Sia-sia lengannya terulur
mencoba menggapai jiwa Eurydice. Bayangan Eurydice telah sirna. Dia
berlari kembali mencoba mengejarnya. Sampai di tepian Sungai Styx dia
memohon dengan ratapan pada Charon agar bersedia menyeberangkannya.
Namun kesempatan kedua tak pernah ada bagi Orpheus. Charon menulikan
telinganya terhadap permohonan Orpheus.
Akhirnya karena lelah meratap dan memohon Orpheus
kembali ke tempatnya kehilangan Eurydice untuk kedua kalinya. Sungguh
kehilangan yang sekali ini lebih berat dirasanya daripada kehilangan
yang pertama. Dan sungguh ironis! Ditemukannya liranya menggeletak hanya
dua langkah dari tempat yang disinari matahari.
Orpheus kembali ke dunianya. Hari-harinya
dijalaninya dengan murung dan penuh duka. Tak ada lagi yang mampu
mengembalikan gairah hidupnya. Bahkan bayangan Eurydice pun tak mampu
membuatnya bersemangat kembali, karena dia tahu betapa sia-sia
mengharapkan kemurahan dewata agar Eurydice kembali ke sisinya.
 |
Kesedihan Orpheus |
Dia memutuskan untuk tidak
kembali ke Thrace melainkan mengembara membawa luka di hatinya. Seolah
ingin disuarakannya kepedihan hatinya dan ketidakadilan dewata
terhadapnya ke seluruh pelosok dunia. Dan dawai-dawai liranya pun tak
pernah lagi mengalunkan lagu suka.
Suatu ketika tibalah Orpheus di suatu desa yang
sedang merayakan festival untuk menghormati Bacchus, dewa anggur dan
keriangan. Para wanita yang hadir dalam festival tersebut membujuk
Orpheus agar memainkan liranya untuk mengiringi hymne suci bagi
Bacchus.
Dalam dukanya Orpheus
menolak. Rupanya penolakan tersebut menimbulkan amarah bagi
wanita-wanita pemuja Bacchus. Dalam keadaan mabuk oleh anggur yang
mereka minum dalam festival, mereka menyerang Orpheus dengan golok dan
sabit dan mencabik-cabiknya beramai-ramai. Terlalu berat dibebani duka
di hatinya Orpheus tidak berusaha melawan.
Ketika sadar para wanita tersebut terkejut dengan
apa yang telah mereka perbuat. Namun terlambat! Orpheus telah mereka
bunuh. Kepalanya hanyut dibawa arus Sungai Hebrus sementara bibirnya
masih terus menggumamkan sebuah nama. Nama yang hidup abadi dalam
hatinya, Eurydice. Para peri yang menemukan kepala Orpheus kemudian
menguburkannya di Libethra di lereng Olympus.
Di sana burung-burung
penyanyi berkicau lebih merdu daripada burung-burung di tempat lain
sejak saat itu. Jiwa Orpheus yang meninggalkan tubuhnya meluncur ke
kegelapan Hades. Di sana jiwanya bertemu dan bersatu dengan jiwa
Eurydice.
Meskipun kegembiraan dan
keceriaan tak dikenal di Hades yang suram, namun jiwa Orpheus berbahagia
dengan jiwa Eurydice, sebab cinta mereka telah mengalahkan maut itu
sendiri.
Dan lira Orpheus? Lira
tersebut terbawa ombak sampai ke Pulau Lesbos dan terdampar di
pantainya. Berhari-hari bahkan berbulan-bulan alat musik itu tergeletak
di sana.
Ketika debur ombak terus
menyentuh dawai-dawainya dengan berirama, terciptalah melodi-melodi
indah yang mengalun sampai ke telinga Apollo yang lalu memungut lira
putranya tersebut dan meletakkannya di angkasa, di antara
bintang-bintang, menjadi rasi bintang Lira.
Setelah kemegahan dan kemulian kedua bangsa tersebut berlalu,
maka dongeng-dongeng itu di anggap cerita bohong yang bersumber dari
khayalan dan keraguan saja. Dongeng-dongeng itu kini tidak lebih dari
mimpi-mimpi yang tercipta oleh bayang-bayang lamunan manusia.
.^_________^.